Pelanduk Aru Masuk Kedalam Salah Satu Hewan Dilindungi: Upaya Konservasi Mamalia Endemik yang Rentan
Kepulauan Aru di Provinsi Maluku memiliki keanekaragaman hayati yang unik, dan salah satu mamalia endemiknya yang menarik adalah Pelanduk Aru (Hypselocis pleiolei). Sebagai spesies yang hanya ditemukan di wilayah ini, status hewan dilindungi melekat pada Pelanduk Aru sebagai langkah penting untuk mencegah kepunahannya. Konservasi Pelanduk Aru menjadi perhatian khusus mengingat habitatnya yang terbatas dan berbagai ancaman yang dihadapi.
Berdasarkan data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku per tanggal 1 Mei 2025, populasi Pelanduk Aru di alam liar diperkirakan mengalami penurunan akibat hilangnya habitat dan perburuan. Status hewan dilindungi bagi Pelanduk Aru telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.123/MENLHK/SETJEN/PLA.2/2/2020 tentang Penetapan Jenis Satwa Liar Dilindungi. Perlindungan hukum ini bertujuan untuk memberikan landasan yang kuat bagi upaya konservasi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang mengancam keberadaan spesies ini.
Ancaman utama terhadap populasi hewan dilindungi ini meliputi konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan, serta perburuan liar untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan atau untuk dikonsumsi. Ukuran tubuhnya yang kecil dan sifatnya yang pemalu membuat Pelanduk Aru rentan terhadap tekanan dari aktivitas manusia. Fragmentasi habitat juga menjadi masalah karena dapat membatasi pergerakan dan akses sumber daya bagi populasi Pelanduk Aru.
Berbagai upaya konservasi sedang dilakukan untuk melindungi hewan dilindungi ini. Survei populasi dan pemetaan habitat menjadi langkah awal untuk memahami kondisi terkini Pelanduk Aru di Kepulauan Aru. Pada tanggal 28 April 2025, tim peneliti dari Universitas Pattimura bekerja sama dengan BKSDA Maluku melakukan survei di Pulau Kobror untuk memperkirakan kepadatan populasi Pelanduk Aru. Hasil survei ini akan menjadi dasar penyusunan strategi konservasi yang lebih efektif.
Selain penelitian, upaya sosialisasi dan peningkatan kesadaran masyarakat lokal tentang pentingnya Pelanduk Aru bagi ekosistem juga gencar dilakukan. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru, misalnya, pada hari Sabtu, 3 Mei 2025, mengadakan lokakarya tentang konservasi satwa endemik Aru yang melibatkan tokoh masyarakat, pelajar, dan perwakilan organisasi lingkungan.
Keberhasilan konservasi Pelanduk Aru sebagai hewan dilindungi memerlukan kerja sama yang solid antara pemerintah, masyarakat lokal, akademisi, dan organisasi konservasi. Perlindungan habitat yang tersisa, penegakan hukum terhadap perburuan liar, serta peningkatan kesadaran masyarakat menjadi kunci utama untuk memastikan Pelanduk Aru tetap lestari sebagai bagian dari kekayaan alam Indonesia yang tak ternilai harganya. Dengan upaya yang berkelanjutan, diharapkan Pelanduk Aru tidak hanya sekadar menjadi catatan dalam daftar hewan dilindungi, tetapi tetap hidup dan berkembang biak di habitat aslinya.